Beberapa hari ini, sedang antusias perkara poligami yang akhirnya dinormalisasi sebagai sesuatu ibadah yang menuntut seorang perempuan tidak lagi menerima kebahagiannya yang mutlak. Dari seseorang yang menganggap dirinya sebagai mentor/guru/atau apapun itu yang dihormati keberadaannya. Justru memberi sebuah wawasan yang berakhiran pada sesuatu yang banyak menimbulkan pertanyaan.
Mendengar dan melihat penjelasan beliau mengenai, bahwa berpoligami adalah cara para laki-laki menghindari diri dari zina dan juga tentang beliau yang memutuskan cerai kepada perempuan yang sudah tidak bisa lagi memberikanya keturunan serta tentang bagaimana beliau memandang perempuan dengan segala suara yang dimilikinya adalah tidak berguna.
Kepada aku sendiri yang akhirnya mempertanyakan banyak hal, apakah sepicik ini agama memandang keberadaan perempuan? apa sebegitu bersalahnya ketika perempuan mengatakan tidak pada perkara yang tidak ia senangi? apakah akan menjadi dosa besar ketika perempuan merasakan rasa sakit yang ada? dan apakah perempuan diciptakan hanya untuk menjadi 'wayang' bagi kaum laki-laki?
Entah menurut agama, dan bahkan aku memang jauh tidak memahaminya. Namun menurutku bukankah agama sangat memuliakan perempuan?
Mengapa harus dengan berpoligami, cara laki-laki membentengi besar syahwatnya? sedangkan perempuan menjadi seperti boneka yang hanya diam, menuruti akal berpikir seorang lelaki. Lantas ini seperti meredahkan laki-laki lainnya pula. Bahwa mereka sebegitu tidak bisa menahan hawa nafsunya hingga harus melakukan demikian.
Jauh daripada itu, aku bukan penentang poligami, sebab agama memang menghalalkan hal itu, tapi jauh dari segala sisi, aku sendiri gelisah dengan alasan manusia di zaman modern ini melakukan poligami.
Kenyataan bahwa perempuan yang dinikahi sebagai istri kedua, ketiga maupun keempat adalah mereka yang masih dibawah umur, kemudian dinikahkan kepada laki-laki yang mungkin usianya tidak berselisih jauh dengan usia ayahnya. Apakah ini tidak lagi termasuk kasus pedofilia?
Dengan segala kenyataan yang ada, mendengar bahwa si perempuan dinikahi karena dikenalkan oleh orang yang seharusnya bisa sangat dipercaya dan dimotivasi untuk meyakinkan diri melepas masa gadisnya. Hal itu sama sekali tidak pernah dibenarkan oleh akal sehat siapapun sebenernya.
Tentang beliau yang bahkan sampai tidak bisa menghafal urutan anak mana yang sulung dan bungsu. Itu benar-benar menyakiti relung hati seluruh ibu, menurutku. Seolah perempuan dimatanya hanyalah pemuas nafsu dan 'pabrik' berkembang-biak.
Sekali lagi, aku bukan ahli perkara agama, atau bahkan pemegang kunci surga apapun itu. Tapi apa yang terlihat sudah sangat tidak manusiawi menurut logika berpikirku. Tentang menikahi banyak wanita hanya karena nafsu yang gagal dikendalikan kemudian berdalih pada agama sebagai tuntunan yang absah. Lalu melupakan tentang perkara memuliakan wanita yang semestinya juga menjadi bagian kecil yang kerap dilupakan tentang perkara berpoligami. Menuntut perempuan mengiyakan apapun yang laki-laki harapkan, tapi tidak memvalidasi perasaan yang perempuan miliki. Bukankah ini juga menjadi akar dari budaya patriarki?
Tidak semua yang dimadu tidak bahagia, tapi tidak semua pula berpoligami benar-benar adil adanya. Berpoligami memang diperbolehkan dalam agama, tapi memaksa kehendak untuk itu tidak pernah dibenarkan oleh apapun.
Komentar
Posting Komentar